Warning: Attempt to read property "post_excerpt" on null in /home/u327383418/domains/patroli.co/public_html/wp-content/themes/newsup/inc/ansar/hooks/hook-index-main.php on line 108

PATROLI.CO, JAKARTA – Kementerian Perdagangan dan Komisi VI DPR RI menggelar Rapat Kerja (raker) dalam rangka membahas pengesahan ratifikasi tiga perjanjian ekonomi dengan negara mitra di Gedung DPR/MPR Jakarta, pada Senin (18/11).

Perjanjian tersebut yaitu Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA), Indonesia European Free Trade Association (I-EFTA) CEPA, dan Persetujuan ASEAN mengenai Perdagangan melalui Sistem Elektronik (ASEAN Agreement on E-
Commerce/EEA).

“Penyelesaian perundingan perdagangan internasional kini menjadi perhatian khusus pemerintah, dalam meningkatkan daya saing Indonesia terutama menghadapi situasi perekonomian dunia yang tidak menentu saat ini,” ujar Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.

Menurut Mendag, penyelesaian perjanjian ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, mengawali
pembukaannya pada Raker perdana dengan Komisi VI DPR RI pada hari Senin, 18 November 2019 lalu.

“Presiden mengingatkan agar perjanjian perdagangan dengan negara-negara potensial yang menjadi tujuan ekspor Indonesia dapat segera diselesaikan. Hal ini tentunya termasuk penyelesaian proses ratifikasi perjanjian perdagangan internasional yang telah diselesaikan, agar dapat segera dimanfaatkan pelaku
usaha dan masyarakat Indonesia,” jelasnya.

Pada Raker dengan DPR RI tersebut, Mendag menyampaikan, bahwa dalam perundingan IA-CEPA, Pemerintah secara khusus menargetkan enam hal yaitu peningkatan akses pasar perdagangan barang, jasa, dan investasi serta pembentukan “economic powerhouse,” kerja sama ekonomi, dan pengembangan SDM. Mendag meyakini bahwa IA-CEPA dapat memberikan manfaat bagi Indonesia ditinjau dari empat aspek.

Pertama, meningkatkan daya saing sumber daya manusia, industri, dan sektor jasa Indonesia. Kedua, meningkatkan akses pasar barang dan jasa dari Indonesia ke Australia, mengingat produk-produk Indonesia dan Australia pada umumnya yang bersifat komplementer. Ketiga meningkatkan investasi. Australia merupakan sumber investasi yang cukup dikenal di Indonesia, terutama di sektor ekstraktif, pertanian, infrastuktur, keuangan, kesehatan, makanan-minuman, dan
transportasi.

“Melalui IA-CEPA ini diharapkan investasi yang sudah ada dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan ke sektor lainnya seperti pariwisata, pendidikan tinggi, dan vokasi,” ujar Mendag.

Keempat, Indonesia dapat memanfaatkan jaringan kerja sama Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/FTA) yang dimiliki Australia dengan negara mitranya. Australia memiliki perjanjian perdagangan bebas FTA dengan 30 negara, yaitu ASEAN, Amerika Serikat, Chile, Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, Kanada, Meksiko, Selandia Baru, dan 12 negara di Pasifik Selatan, serta dua perjanjian yang belum diimplementasikan yaitu dengan Hongkong dan Peru. Perjanjian ini, lanjut Mendag, memiliki peluang dan manfaat terutama dilihat dalam jangka panjang.

Pertama, di bidang perdagangan barang. Melalui IA-CEPA ini Australia akan menghapus semua pos tarifnya
(6474 pos tarif) menjadi 0 persen pada saat diimplementasikan. Beberapa produk Indonesia yang berpotensi
ditingkatkan ekspornya ke Australia antara lain otomotif, ban, kayu, furnitur, kayu lapis, pipa, monitor LCD/LED, tekstil dan garmen, alas kaki, perikanan, mentega kakao, karpet, serta plastik.
Dari segi nilai, potensi ekspor terbesar Indonesia ke Australia terletak pada sektor otomotif, baik mobil konvensional, maupun mobil listrik yang akan menjadi tren berkendaraan ke depan.

Dalam hal ini IA-CEPA mendorong ekspor mobil listrik dan hybrid Indonesia dengan tarif 0 persen dan menggunakan kemudahan surat ketentuan asal barang.
Dari sektor jasa, IA-CEPA akan memberikan dampak positif berupa peningkatan capaian sektor jasa.

Prognosa peningkatan sektor jasa tertinggi akan terjadi pada sektor transportasi, khususnya transportasi udara dan konstruksi. Nilai yang dihasilkan dari ketiga sektor jasa tersebut berturut-turut USD 40,13 juta; USD 31,59 juta; dan USD 24,31 juta.

Mendag juga mengungkapkan, Indonesia dan Australia akan berkolaborasi dalam pembuatan “Economic Powerhouse”. Kolaborasi ini merupakan kolaborasi kekuatan ekonomi dengan memaksimalkan rantai pasok
untuk mendorong produktivitas, daya saing, dan meningkatkan ekspor Indonesia ke pasar ketiga. Indonesia
dan Australia dapat berkontribusi lebih besar pada rantai perdagangan global untuk memasok kebutuhan dunia.

Dalam hal ini, Indonesia dapat menjadi pusat industri pengolahan bila didukung adanya kemudahan akses bahan baku dan penolong yang murah dan berkualitas dari Australia.

“Contoh economic powerhouse yang mulai terbentuk saat ini adalah sebuah pola produksi untuk produk gandum olahan. Indonesia mengimpor biji gandum dari Australia untuk diolah menjadi tepung terigu dan barang jadi seperti mi instan di Indonesia kemudian produk olahan tersebut diekspor ke negara lain termasuk ke Australia,” kata Mendag. Mendag juga mengungkapkan, komitmen Australia pada IA-CEPA dalam pembangunan sumber daya manusia ditegaskan dalam bentuk side letters dan panandatanganan nota kesepahaman MoU.

Adapun komitmen Australia dalam konteks IA-CEPA ini di antaranya adalah komitmen peningkatan Work and Holiday Visa (WHV). Saat ini kuota Indonesia untuk WHV terbatas hanya 1.000 orang dan kuota ini habis dalam hitungan jam karena peminatnya sangat banyak. Dalam kerangka IA-CEPA, kuota ini ditingkatkan menjadi 4.100 orang dimulai saat IA-CEPA berlaku dan akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya
hingga mencapai 5.000 orang.

Selain itu, terdapat fasilitasi program pertukaran tenaga kerja melalui KADIN, APINDO, dan IABC. Program berjalan maksimum 6 bulan dengan 100 peserta pada tahun pertama dan meningkat sampai 500 peserta pada tahun ke-5.
Sedangkan pada perjanjian IE-EFTA, Mendag menjelaskan tujuan kerja sama ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional serta meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia dan tentunya daya saing produk Indonesia di pasar EFTA. Hal ini akan dicapai melalui, pertama peningkatan akses pasar di bidang barang melalui penghapusan dan penurunan tarif bagi produk Indonesia.
Kedua, perluasan akses pasar jasa Indonesia. Dalam Persetujuan ini, negara-negara EFTA membuka luas sektor-sektor jasa bagi Indonesia di berbagai moda perdagangan jasa.

Swiss misalnya membuka 116
subsektor jasa, Norwegia 84 subsektor jasa, Islandia 89 subsektor jasa, dan Liechtenstein 78 subsektor jasa
dengan tingkat keterbukaan pasar yang tinggi termasuk kepemilikan investor Indonesia sampai dengan 100
persen di beberapa subsektor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *