Warning: Attempt to read property "post_excerpt" on null in /home/u327383418/domains/patroli.co/public_html/wp-content/themes/newsup/single.php on line 88

Patroli.co, Jakarta | Sejumlah persoalan yang muncul di perairan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), menjadi perhatian Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Menurutnya, Indonesia harus memiliki tim gabungan yang khusus menangani konflik di Natuna.

Senator asal Jawa Timur ini mengatakan, Laut Natuna Utara diperebutkan lantaran memiliki banyak potensi. Kawasan ini memiliki ikan yang melimpah, sumber mineral hingga potensi pariwisata.

“Masalah di Natuna bukan hanya soal pencurian ikan. Berbagai negara berusaha mengklaim kawasan Laut China Selatan yang kaya potensi dan akhirnya merembet hingga kawasan ZEE Indonesia. Inilah yang membuat keadaan memanas. Oleh sebab itu, kita berharap pemerintah menerapkan sistem penanganan penegakan hukum karena tingkat kerawanannya yang tinggi,” tutur LaNyalla, Selasa (11/5/2021).

LaNyalla menilai konflik Natuna bersumber dari klaim Tiongkok terhadap sejumlah kawasan di Laut China Selatan. Klaim tersebut menyeret negara-negara lain Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Tiongkok mengklaim kawasan Laut China Selatan dengan legitimasi sejarah penguasaan tradisional atau traditional Chinese fishing grounds di masa lampau yang mereka sebut dengan nine dashed line (sembilan garis putus-putus).

“Indonesia awalnya tidak terlibat dalam konflik Laut China Selatan. Tapi, sejak tahun 2010 Tiongkok secara sepihak mengklaim Perairan Natuna Utara masuk dalam teritori mereka, mau tidak mau kita juga harus turun tangan,” jelas LaNyalla.

Ketua Dewan Kehormatan Kadin Jawa Timur itu mengatakan, penegasan kedaulatan di kawasan Perairan Natuna memang sudah seharusnya dilakukan. Sebab Kedaulatan NKRI harus dijaga hingga titik penghambisan.

LaNyalla pun memuji langkah-langkah yang dilakukan pemerintah, mulai dari peluncuran peta Negara Kesatuan Republik Indonesia versi baru dengan mengubah nama perairan Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara, hingga sikap Presiden Joko Widodo yang terjun langsung ke lokasi untuk memberi sinyal kepada Tiongkok bahwa kedaulatan Indonesia tidak bisa diganggu.

“Berdasarkan Konvensi United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) 1982 atau Konvensi PBB tentang Hukum Laut, Perairan Natuna termasuk dalam kawasan ZEE Indonesia. Jadi protes Indonesia karena beberapa kali kapal Tiongkok masuk perairan Natuna, termasuk coast guard mereka, memang sudah tepat,” tuturnya.

Tidak hanya kapal Tiongkok, mantan Ketum PSSI ini juga menyoroti banyaknya kapal ikan Vietnam yang mencuri ikan di perairan Natuna. LaNyalla mengatakan, persoalan ini juga harus menjadi perhatian serius.

“Banyaknya kapal ikan Vietnam yang sering masuk ke wilayah kita juga tidak bisa didiamkan. Memang kita melalui Kementerian Luar Negeri sering mengirimkan nota protes, tapi persoalan pencurian ikan selalu terjadi,” kata lulusan Universitas Brawijaya Malang tersebut.

Oleh karenanya, LaNyalla menilai pemerintah juga harus menambah kekuatan militer di kawasan Natuna.

“Supaya berkesinambungan, perlu ada tim khusus dalam penanganan permasalahan di Perairan Natuna, supaya kementerian atau instansi tidak berjalan sendiri-sendiri. Tim ini bisa gabungan dari Kementerian Luar Negeri, TNI, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bakamla sebagai coast guard kita, Polri, termasuk kementerian dan instansi terkait lainnya,” papar LaNyalla.

Presiden disebut bisa menunjuk satu kementerian koordinator terkait untuk menjadi pimpinan tim ini. Diharapkan, tim terpadu bisa menyelesaikan berbagai persoalan di Laut Natuna secara komprehensif, selain jalur diplomasi dan pertahanan seperti yang selama ini telah dilakukan. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *